TEORI PEMANGKU KEPENTINGAN

TEORI PEMANGKU KEPENTINGAN

Teori konvensional tentang pemangku kepentingan, mempunyai inti (Hilman et al., 2001): (1) perusahaan mempunyai hubungan dengan kelompok konstituennya (pemangku kepentingan) dan proses pencapaian yang diasosiasikan dengan kepentingan hubungan ini, (2) kepentingan dari seluruh pemangku kepentingan yang sah mempunyai nilai, dan (3) fokus pada stakeholderds theory adalah pada pengambilan keputusan manajerial. Kakabadse et al. (2005), berdasarkan teori  stakeholders, mengkategorikan pemangku kepentingan sebagai: (1) external/internal stakeholders, (2) primary/secondary  stakeholders, (3)  voluntary/ involuntary stakeholders, dan (4)  social/non-social stakeholders. Apabila diperhatikan, maka pengelompokkan pemangku kepentingan di atas tidak hanya fokus pada pemangku kepentingan langsung yaitu pemegang saham. Namun, juga pemangku kepentingan lain yang mempunyai relasi dengan bisnis, sehingga pada waktu penentuan tujuan perusahaan harus menggabungkan variabel sosial, budaya, moral, dan etika selain faktor ekonomi (profit/ uang) (Morrison, 2000). Hal ini dikarenakan sebuah perusahaan adalah sebagai bagian dari masyarakat yang mempunyai beberapa  kewajiban moral dan etika. Selain itu, juga mempertimbangkan lingkungan sebagai pemangku kepentingan karena percaya bahwa sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan yang proaktif dan pertumbuhan yang berkelanjutan, perusahaan diharapkan memaksimumkan pemangku kepentingan selain pemegang saham termasuk lingkungan. Triyuwono (2007) memiliki kepedulian yang besar terhadap pemangku kepentingan yang luas, meliputi : (1) Tuhan, (2) manusia, dan (3) alam. 

Berkaitan dengan alam tempat perusahaan beroperasi, maka sesuai dengan prinsip  maslahah, Muslim tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas yang dilarang (haram) seperti merusak lingkungan baik pada saat sekarang maupun untuk generasi berikutnya. Karenanya, Muslim sebagai individu maupun sosial mempunyai kewajiban untuk melindungi alam. Cara yang dapat dilakukan  adalah memelihara pepohonan, mengembangbiakkan binatang, tidak melakukan akti-vitas yang menimbulkan polusi, dan melaksanakan tanggung-jawab sosial kepada masyarakat. Untuk merealisasikan hal-hal tersebut diperlukan pengembangan kesadaran untuk menggunakan syari’ah sebagai landasan dalam melakukan  perlakuan etika terhadap lingkungan, sehingga terjadi keseimbangan bagi perusahaan sebagai suatu entitas dengan lingkungannya.

Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...