Retribusi

Retribusi

Menurut Lutfi, selain berasal dari pajak daerah, sumber penerimaan daerah lainnya adalah berasal dari retribusi. Dalam literatur – literatur keuangan negara dan daerah, terdapat banyak ahli yang mengajukan definisi dan peristilahan yang pada akhirnya merujuk pada satu konsep yang dikenal sebagai retribusi daerah. Satu hal yang sangat jelas dalam membahas masalah retribusi daerah adalah sulitnya kesamaan pandangan mengenai apa yang termasuk dalam cakupan pembahasan mengenai hal ini.

Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan daerah terhadap layanan – layanan yang diberikan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah dan dana – dana yang diperoleh dipergunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan pembangunan daerah.
Alasan Penerapan Retribusi
Ada beberapa alasan mengapa retribusi perlu diterapkan di daerah (Waluyo, 1999), yaitu :
·                Adanya isu tentang perbedaan public goods dan private goods. Public goods dibiayai oleh pajak dari masyarakat, dan penggunaannya secara gratis. Private goods dibiayai oleh retribusi masyarakat yang menikmatinya, masyarakat yang mau menikmatinyalah yang harus membayar.
·                Masalah efisiensi – ekonomi. Jika retribusi gratis, maka umur kegiatannya akan menurun bila dibandingkan ada charge. Karena charge itu digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan juga mengontrol pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
·                Prinsip benefit. Mereka yang mendapat kenikmatan harus membayar.
·                Agar administrasinya mudah dikelola.
Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Retribusi
Menurut Kristiadi (1985), pada dasarnya, dalam retribusi ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni :
·                Adanya pelayanan langsung yang diberikan sebagai imbalan pungutan yang dikenakan.
·                Terdapat kebebasan dalam memilih pelayanan.
·                Ongkos pelayanan tidak melebihi dari pungutan yang dikenakan untuk pelayanan yang diberikan.
Prinsip Retribusi
McMaster (1990) mengemukakan bahwa ada empat prinsip umum yang dapat digunakan sebagai indikator bahwa retribusi layak untuk diterapkan. Empat prinsip tersebut adalah :
a.              Kecukupan
Elastisitas barang atau jasa yang dikenakan retribusi harus responsif terhadap pertumbuhan penduduk dan pendapatan yang pada umumnya dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan akan suatu jenis pelayanan. Artinya semakin elastis barang atau jasa yang dikenakan retribusi, maka pengenaannya akan semakin layak dibebankan kepada pengguna. Tingkat dan praktek retribusi tunduk kepada variasi skala kontribusi kepada penerimaan pemerintah daerah (Davey, 1988). Pengenaan tarif retribusi didasarkan pada tarif per unit pelayanan, sehingga pengenaannya sangat bergantung pada komponen biaya – biaya pelayanan.

b.             Keadilan
Dalam menetapkan harga layanan atau tarif retribusi, prinsip keadilan merupakan salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang tidak mampu tetap dapat menikamati suatu jenis jasa pelayanan yang sifatnya mendasar. Meskipun demikian, penerapan prinsip keadilan dalam retribusi ini masih menghadapi masalah pula. Masalah yang dihadapi pada aspek keadilan ini adalah bahwa seringkali juga tidak terdapat definisi yang seragam mengenai apa yang disebut dengan adil itu sendiri.
  
c.              Kemampuan administrasi
Secara teoritis retribusi mudah untuk ditaksir dan dipungut. Mudah ditaksir karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur, mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yang mereka bayar saja. Dengan demikian, hanya penduduk yang membayar sajalah yang hanya akan mendapatkan pelayanan.

d.             Kesepakatan politik
Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah merupakan suatu produk politik yang harus diterima oleh masyarakatnya, terutama oleh mereka yang akan menjadi wajib retribusi dengan kesadaran yang cukup tinggi, sehingga di dalamnya harus memuat kepastian hukum. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu – ragu menjalankan kewajiban perpajakannya, karena segala sesuatunya sudah jelas.
Retribusi sendiri memiliki beberapa bentuk yang antara satu dan yang lainnya terdapat perbedaan mendasar, salah satunya adalah seperti yang diungkapkan Bird (2001), yaitu :
·                Service Fees, adalah retribusi izin dan pungutan – pungutan kecil lainnya yang dipungut untuk menebus biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam memberikan layanan tertentu, sering disebut sebagai Licenses Fees.
·                Public Prices, adalah penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah dari penjualan barang privat atau jasa lainnya. Prinsipnya, harga yang ditawarkan harus diset pada tingkat kompetisi swasta, artinya tidak terdapat subsidi pajak, penghitungan pajak dan subsidinya dihitung secara terpisah.
·                Specific Benefit Charges, merupakan pungutan yang mempresentasekan sejumlah kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh setiap penduduk kepada pemerintah daerah akibat keuntungan layanan yang disediakan.
  
Fee Pelayanan
Seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan retribusi sendiri yang memiliki beberapa bentuk yang antara satu dan yang lainnya terdapat perbedaan mendasar, salah satunya adalah fee pelayanan (Service Fees) yang telah dijelaskan oleh Bird (2001), bahwa Service Fees adalah retribusi izin dan pungutan – pungutan kecil lainnya yang dipungut untuk menebus biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam memberikan layanan tertentu, yang sering disebut sebagai sebagai Licenses Fees.

Retribusi perizinan sendiri termasuk ke dalam license and permit fees, yaitu retribusi yang dibayarkan yang berhubungan dengan suatu hak atau izin dari pemerintah di samping pemberian penjualan langsung barang dan jasa. Retribusi izin mendirikan bangunan tergolong ke dalam jenis license and permit fees. Biaya berkaitan denan pemberian hak istimewa / priviledgeoleh pemerintah untuk penjual barang dan jasa. License and permit fees pada dasarnya adalah pajak, yang bersifat wajib jika seseorang terlibat di dalam suatu aktivitas (Zorn, 1991). Mereka dapat dikenakan tarif yang sifatnya tetap (flat rate), dapat digolongkan menurut tipe aktivitas, dapat dihubungkan dengan penerimaan usaha. Pada dasarnya pungutan atau fee dimaksudkan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya yang direalisasikan pemerintah sebagai hasil dari pemberian hak istimewah. Dengan demikian, masyarakat tidak langsung merasakan barang atau jasanya melainkan dengan membayar biaya izin yang diberikan pemerintah kepada pihak yang telah diberi wewenang untuk mengelolanya.

Pengenaan retribusi izin juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pembayar pajak dengan cara mengambil kontribusi yang lebih besar dari penerima layanan, sehingga pengenaan pungutan atas izin dan keistimewaan lainnya lebih menyerupai pajak atas perusahaan swasta tersebut. Pungutan tersebut dapat mengkompensasi tambahan pengeluaran pemerintah untuk penyediaan layanan tertentu kepada masyarakat yang mengkonsumsinya atau untuk mengganti biaya administrasi.
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...