Pengertian, Dasar Hukum dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Defenisi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)  adalah pajak Negara yang dikenakan terhadap Bumi atau Bangunan berdasarkan undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pengenaannya didasarkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994.

Dasar Hukum PBB-P2

UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan.

ASAS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PBB telah ditentukan oleh UU yaitu (Mardiasmo, 2009:295):

  • Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
  • Adanya kepastian hukum
  • Mudah dimengerti dan adil
  • Menghindari pajak berganda

Asas PBB telah ditentukan oleh UU serta bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP merupakan nilai yang ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat tiga pendekatan penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan besarnya nilai NJOP yaitu:

  • Pendekatan Data Pasar ( Market Data Approach )
  • Pendekatan Biaya ( Cost Approach )
  • Pendekatan Pendapatan ( Income Approach)
Objek PBB
  • Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
  • Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.

Yang dimaksud dengan obyek pajak bumi dan bangunan yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2018:263) adalah bumi dan bangunan.

SUBJEK PBB

“…Menurut pasal 4 ayat 1 UU nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1194 dan pasal 78 ayat 1 UU Nomor 28 tahun 2009 bahwa Subjek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Tarif Pajak, Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung PBB
  • Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak Bumi atau Bangunan adalah 0,5 % (lima persepuluh persen).
  • Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak, yaitu harga rata_rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
  • Dasar perhitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi daerah setempat.
Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Tertutang
  • Tahun Pajak; adalah jangka waktu 1 tahun takwin yaitu jangka waktu dari 1 Januari sampai 31 Desember tahun berjalan.
  • Saat yang menentukan Pajak terutang; adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari, maka keadaan obyek pajak pada tanggal tersebut merupakan saat menentukan pajak yang terutang.
  • Tempat Pajak Terutang; a) Untuk daerah Jakarta, di wilayah daerah khusus ibu Kota Jakarta. b) Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten daerah tingkat II atau kotamadya daerah tingkat II atau kotamadya daerah tingkat II yang meliputi letak obyek pajak.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketentuan Pajak (SKP)
  • Dalam rangka pendataan subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek dan harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang berdasarkan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) kepada Wajib Pajak.
  • SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, tepat waktu, serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selamba-tlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.
  • Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun hanya untuk membantu Wajib Pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam hal sebagai berikut:

  • Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
  • Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya walaupun sudah ditegur secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan.
  • Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam nomor .4 huruf a adalah pokok pajak diambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
Pengurangan PBB

Pengurangan PBB adalah pemberian keringanan pajak yang terhutang atas obyek pajak pengurangan PBB diberikan dalam hal:

  • WP orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya.
  • WP orang pribadi atau badan dalam hal obyek pajak yang terkena bencana alam (gempa, banjir, gunung meletus, longsor, dll) atau sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman)
Sanksi Keterlambatan Pajak

Dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagaimana tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak.SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan objek pajak dan besarnya pajak terutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak. Sanksi administrasi dikenakan terhadap Wajib Pajak yang mengisi SPOP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Apabila lalai tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar serta mereka dengan sengaja tidak memperhatikan data/meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan tidak menunjukkan atau tidak meminjamkan keterangan yang diperlukan.

PBB Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. (Undang-Undang No.28 Tahun 2009).

Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (2) yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;

  • Jalan tol;
  • Kolam renang;
  • Pagar mewah;
  • Tempat olahraga;
  • Galangan kapal, dermaga;
  • Taman mewah;
  • Tempat penampungan/ kilang minyak, air, gas dan pipa minyak; dan
  • Menara.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Bukan Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan

  • Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan,
  • Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan,
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya,
  • Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak,
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik, dan
  • Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Yaitu Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

REFERENSI

  • Mardiasmo, 2018, Perpajakan Edisi 10, Penerbit Andi, Yogyakarta.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2016 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
  • Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...