Prinsip Akuntansi Konvensional
Artikel Terkait Lainnya
Prinsip Akuntansi Konvensional
Akuntansi berasal dari kata asing accounting, yang berarti menghitung atau
mempertanggungjawabkan. Hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia menggunakan kata ini untuk mengambil keputusan, sehingga seringkali disebut sebagai bahasa bisnis.
Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan, sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
1. Proses Mengklarifikasi Transaksi
Tahap awal adalah melakukan suatu pembagian transaksi suatu organisasi atau perusahaan ke dalam jenis-jenis tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh seperti membagi transaksi yang masuk ke dalam penjualan, pembelian, pengeluaran kas, penerimaan kas dan lain sebagainya ke dalam masing-masing bagian. Sedangkan untuk transaksi yang jumlahnya kecil dan jarang terjadi bisa sama-sama dimasukkan ke dalam jenis kategori yang sama yaitu transaksi rupa-rupa.
2. Proses Mencatat Dan Merangkum
Proses akuntansi selanjutnya adalah melakukan pencatatan. Masukkan transaksi yang ada ke dalam jurnal yang tepat sesuai urutan transaksi terjadi atau kejadiannya. sumber-sumber yang dapat dijadikan bukti adanya transaksi yaitu seperti kertas-kertas bisnis semacam bon, bill, nota, struk, sertifikat, dan lain sebagainya.
Jurnal yang umumnya ada pada jurnal akuntasi yaitu seperti jurnal penjualan, jurnal pembelian, jurnal penerimaan kas, jurnal pengeluaran kas dan jurnal umum. Proses selanjutnya adalah memasukkan jurnal ke dalam buku besar secara berkala. Hasil pemindahan ke dalam buku besar tersebut akan terlihat dari rangkuman neraca percobaan.
3. Proses Menginterpretasikan Dan Melaporkan
Proses akuntansi terakhir adalah melakukan pembuatan kesimpulan dari kegiatan atau pekerjaan laporan keuangan sebelumnya. Segala hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan dituangkan pada laporan keuangan tersebut.Dari informasi laporan keuangan baik, dalam bentuk laporan rugi laba, laporan modal dan neraca, maka seseorang dapat mengetahui apa yang terjadi pada suatu perusahaan, apakah sudah sesuai dengan tujuan perusahaan.
Informasi tersebut dapat menjadi acuan atau pedoman bagi manajemen untuk mengambil keputusan kebijakan pada organisasi perusahaan demi mencapai kondisi yang diinginkan.
Akuntansi konvensional dipengaruhi oleh berbagai macam ideology, akan tetapi dapat dilihat bahwa ideology yang paling dominan mempengaruhinya adalah ideologi kapitalisme. Hal ini terlihat dari beberapa pendapat ahli akuntansi yang menjelaskan mengenai hal tersebut.
Diantaranya, Harahap (2001) menyatakan bahwa ilmu akuntansi konvensional yang berkembang saat ini dilandasi jiwa kapitalisme dan sebaliknya perkembangan ekonomi kapitalisme sangat dipengaruhi oleh perkembangan akuntansi konvensional. Bahkan Triyuwono (2001) mengatakan bahwa akuntansi saat ini sudah bukan berbau kapitalis lagi, tetapi ia (akuntansi) adalah kapitalisme murni dalam pendapatnya.
System kapitalisme didasari oleh individualism yang kuat, hal ini dapat dilihat dari pendapat Adam Smith dalam bukunya The Wealth Of Nations, yang mengatakan bahwa system ekonomi yang efisien dan harmonis dapat diciptakan pada saat pasar menjalankan fungsinya tanpa intervensi dari pemerintah dan apabila pemerintah mampu menjamin hak milik individu. Ia menyatakan bahwa dengan memberikan kebebasan yang mutlak kepada individu untuk memenuhi keinginan pribadinya, kesejahteraan social akan terwujud. Dengan terjaminnya hak untuk mengelola kekayaan individual, akan timbul “invisible hand” yang akan menjamin tercukupinya kebutuhan-kebutuhan semua warga masyarakat karena produsen akan berproduksi dalam kapasitas penuh.
System kapitalisme menempatkan laba sebagai nilai tertinggi. Keuntungan itu sendiri sangat penting karena jika laba besar, seorang usahawan akan bertahan dalam persaingan ketat dengan pengusaha lain. Secara sederhana, tujuan system kapitalis ini adalah uang. Semakin banyak keuntungan sebuah perusahaan, semakin kuat kedudukan di pasar, dan sebaliknya (Suseno, 1999:164)
Ekonomi kapitalis hanya melihat sesuatu berdasarkan materi semata, tanpa adanya kecenderungan-kecenderungan spiritual, pemikiran-pemikiran tentang budi pekerti, dan tujuan-tujuan yang bersifat non-materi, mereka tidak memperhatikan hal-hal yang seharusnya dijadikan sebagai pijakan oleh masyarakat, seperti ketinggian moral dengan menjadikan sifat-sifat terpuji sebagai dasar interaksinya. Termasuk hal-hal yang mendorongnya, seperti ketinggian spiritual dengan menjadikan kesadaran hubungan dengan Tuhan sebagai sesuatu yang mengendalikan interaksi-interaksi tersebut (Nabhani, 1996:19).