Kebijakan Dividen (Dividend Policy), Tujuan Perusahaan Untuk Memaksimalkan Kekayaan Pemegang Saham

Apapun tujuan perusahaan, fokuslah pada keseluruhan tujuan yang strategis untuk membantu perusahaan menciptakan konsistensi dalam mengambil keputusan bisnis. Jika perusahaanberoperasi dengan tujuan utama memaksimalkan kekayaan, keputusan perusahaan kemungkinan akan selalu terikat dengan unsur memaksimalkan kekayaan dan itu bisa terjadi secara konsisten.

Ketika perusahaan memaksimalkan kekayaan pemegang saham, masing-masing pemangku kepentingan dapat menggunakan kekayaan ini untuk memaksimalkan utilitas (kepuasan relatif) pribadinya. Ini berarti bahwa dengan memaksimalkan kekayaan pemangku kepentingan, perusahaan beroperasi secara konsisten untuk memaksimalkan utilitas pemangku kepentingan.

Kebijakan Dividen (Dividend Policy)

Kebijakan dividen merupakan keputusan penting yang harus diambil oleh manajemen perusahaan. Kebijakan ini akan mempengaruhi jumlah laba yang dibagikan kepada pemegang saham dan jumlah laba yang ditahan untuk cadangan investasi tahun depan.

Seluruh kebijakan manajerial yang dilakukan untuk menetapkan berapa besar laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar laba bersih yang tetap ditahan (retanined eaming) untuk cadangan investasi tahun depan. Kebijakan itu akan tercermin dari besarnya perbandingan laba yang dibayarkan sebagai dividen terhadap laba bersih (dividend payout). Contoh kebijakan dividen adalah menetapkan apakah persentase pembagian dividen saat ini perlu ditingkatkan atau tetap dipertahankan sebagaimana pada tahun sebelumnya.

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan dividen, antara lain:

  • Ketersediaan laba: Perusahaan harus memastikan bahwa mereka memiliki cukup laba untuk membayar dividen kepada pemegang saham. Jika laba perusahaan tidak mencukupi, maka perusahaan tidak dapat membayar dividen.
  • Kebutuhan investasi: Perusahaan juga harus mempertimbangkan kebutuhan investasinya. Jika perusahaan memiliki rencana investasi yang besar, maka perusahaan mungkin perlu menahan lebih banyak laba untuk membiayai investasi tersebut.
  • Harapan pemegang saham: Pemegang saham umumnya mengharapkan perusahaan untuk membayar dividen. Jika perusahaan tidak membayar dividen, maka pemegang saham mungkin akan kecewa dan menjual saham mereka.
  • Kondisi pasar: Kondisi pasar juga dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Jika kondisi pasar sedang baik, maka perusahaan mungkin akan lebih cenderung untuk membayar dividen yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika kondisi pasar sedang buruk, maka perusahaan mungkin akan lebih cenderung untuk menahan lebih banyak laba untuk cadangan investasi.

Setelah mempertimbangkan semua faktor tersebut, manajemen perusahaan dapat menetapkan kebijakan dividen yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan harapan pemegang saham.

Ada beberapa jenis kebijakan dividen yang umum digunakan, antara lain:

  • Kebijakan dividen tetap: Perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang tetap setiap tahun. Kebijakan ini memberikan kepastian kepada pemegang saham tentang jumlah dividen yang akan mereka terima.
  • Kebijakan dividen variabel: Perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang bervariasi setiap tahun, tergantung pada laba perusahaan. Kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan jumlah dividen yang dibayarkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
  • Kebijakan dividen khusus: Perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang besar pada waktu-waktu tertentu, seperti ketika perusahaan menjual aset atau ketika perusahaan menerima keuntungan yang besar. Kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk memberikan keuntungan yang besar kepada pemegang saham tanpa harus membayar dividen yang tinggi setiap tahun.

Kebijakan dividen yang dipilih oleh perusahaan akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan kepuasan pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus mempertimbangkan dengan matang sebelum menetapkan kebijakan dividen.

Tujuan Perusahaan dalam Manajemen Keuangan

Meskipun upaya memaksimalkan laba merupakan tujuan yang logis bagi setiap perusahaan, semua pakar keuangan korporasi sepakat bahwa tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan bukan memaksimalkan laba, melainkan memaksimalkan kekayaan pemegang saham (stock holder’s wealth) atau memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm).

Kebijakan Dividen (Dividend Policy), Tujuan Perusahaan Untuk Memaksimalkan Kekayaan Pemegang SahamKekayaan pemegang saham adalah perkalian antara harga saham per lembar dan jumlah saham yang beredar. Ini berarti bahwa kekayaan pemegang saham akan tercermin dari nilai perusahaan, yang ditunjukkan oleh harga saham perusahaan bersangkutan di bursa saham. Dengan demikian, maksimisasi kekayaaan pemegang saham atau nilai perusahaan (harga saham) memiliki arti yang benar-benar sama.

Perumusan maksimisasi kekayaaan pemegang saham atau nilai perusahaan sebagai tujuan pada akhirnya akan memudahkan pengukuran kinerja suatu perusahaan.

Pengukuran kinerja suatu perusahaan yang bertujuan memakmurkan para pemegang saham dapat digunakan tiga metode alternatif, yaitu (Koch & McDonald, 2000 : 169) :

  • Analisis profitabilitas dari segmen/lini dari perusahaan, merupakan merupakan indikator yang sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauhmana investasi yang akan dilakukan investor   di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.
  • Economic Value Added, merupakan tujuan korporat untuk meningkatkan nilai (value) dari modal (capital) yang investor dan pemegang saham telah tanamkan dalam operasi usaha dan merupakan selisih dari laba operasi bersih setelah pajak dikurangi dengan biaya modal (cost of capital), disamping itu pula EVA juga dapat digunakan sebagai indikator tentang adanya penambahan nilai dari suatu investasi.
  • Balance ScoreCard. Dalam suatu bisnis yang bertujuan memaksimumkan kekayaan para pemiliknya, ditunjukkan dengan dinamika dan hubungan dari tiga keputusan manajemen dasar, yaitu : keputusan investasi, keputusan operasi dan keputusan pendanaan. (Helfert, 2000:1).

Meskipun tujuan perusahaan sangat kompleks, sebuah studi yang dilakukan oleh Robert Lanzillotti menyatakan bahwa manajemen umumnya membahas mengenai :

  • Profitabilitas jangka panjang
  • Stabilitas

Selain itu, Manajer keuangan di perusahaan membuat keputusan untuk kepentingan pemegang saham. Pemegang saham membeli saham perusahaan untuk memperoleh keuntungan yaitu dividen dan Capital gain.

  • Oleh karena itu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan cara memaksimalkan harga saham perusahaan.
  • Pemegang saham adalah pemilik sisa (residual owner) di perusahaan. Mereka akan memperoleh sesuatu dari perusahaan dalam urutan akhir setelah pegawai, pemasok, dan kreditur sehingga apabila kekayaan pemegang saham meningkat berarti kekayaan pihak lainnya dalam perusahaan juga meningkat.

Maksimisasi Laba Bukan Tujuan yang Tepat

Maksimisasi laba sering dianggap sebagai tujuan utama perusahaan. Namun, pandangan ini semakin banyak ditantang oleh para akademisi dan praktisi bisnis. Mereka berpendapat bahwa memaksimalkan laba bukanlah tujuan yang tepat karena beberapa alasan:

  • Maksimisasi laba dapat mengorbankan kepentingan pemangku kepentingan lainnya. Selain pemegang saham, perusahaan juga memiliki pemangku kepentingan lain, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Memaksimalkan laba dapat menyebabkan perusahaan mengabaikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya ini. Misalnya, perusahaan mungkin akan membayar upah yang rendah kepada karyawan, menjual produk dengan harga yang tinggi kepada pelanggan, atau mencemari lingkungan untuk meningkatkan laba.
  • Maksimisasi laba dapat menyebabkan perilaku jangka pendek. Perusahaan yang fokus pada memaksimalkan laba jangka pendek mungkin akan mengambil keputusan yang merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Misalnya, perusahaan mungkin akan mengurangi investasi dalam penelitian dan pengembangan, atau menjual aset yang berharga untuk meningkatkan laba saat ini.
  • Maksimisasi laba dapat menyebabkan perusahaan mengambil risiko yang berlebihan. Perusahaan yang fokus pada memaksimalkan laba mungkin akan mengambil risiko yang berlebihan untuk meningkatkan laba. Misalnya, perusahaan mungkin akan berinvestasi pada proyek yang berisiko tinggi atau meminjam uang dalam jumlah yang besar untuk membiayai proyek-proyek yang berisiko.

Oleh karena itu, memaksimalkan laba bukanlah tujuan yang tepat bagi perusahaan. Perusahaan harus mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan, mengambil keputusan jangka panjang, dan menghindari risiko yang berlebihan.

Tujuan Perusahaan yang Lebih Tepat

Tujuan perusahaan yang lebih tepat adalah untuk menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan. Nilai dapat diciptakan dengan cara meningkatkan laba, tetapi juga dapat diciptakan dengan cara lain, seperti meningkatkan kualitas produk, layanan, dan lingkungan kerja, atau mengurangi biaya.

Perusahaan yang fokus pada menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan akan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. Perusahaan tersebut akan lebih mampu menarik dan mempertahankan pelanggan, karyawan, dan investor. Perusahaan tersebut juga akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis.

Contoh Perusahaan yang Fokus pada Menciptakan Nilai

  • Google: Google adalah perusahaan teknologi yang fokus pada menciptakan nilai bagi penggunanya. Google menawarkan berbagai layanan gratis, seperti mesin pencari, email, dan peta. Google juga berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan untuk menciptakan produk dan layanan baru yang inovatif. Google telah menciptakan nilai bagi penggunanya dengan menyediakan layanan pencarian yang cepat dan akurat, serta berbagai layanan lainnya seperti Gmail, YouTube, dan Google Maps. Google juga telah menciptakan nilai bagi karyawannya dengan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung dan inovatif, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif.
  • Starbucks: Starbucks adalah perusahaan kopi yang fokus pada menciptakan nilai bagi pelanggannya. Starbucks menawarkan kopi berkualitas tinggi dan suasana yang nyaman. Starbucks juga berinvestasi dalam program tanggung jawab sosial perusahaan, seperti mendukung petani kopi dan mengurangi dampak lingkungan. Starbucks telah menciptakan nilai bagi pelanggannya dengan menyediakan kopi berkualitas tinggi dan suasana kafe yang nyaman. Starbucks juga telah menciptakan nilai bagi karyawannya dengan menyediakan pelatihan yang komprehensif, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif.
  • Patagonia: Patagonia adalah perusahaan pakaian luar ruangan yang fokus pada menciptakan nilai bagi pelanggannya dan lingkungan. Patagonia menawarkan pakaian berkualitas tinggi yang tahan lama. Patagonia juga berinvestasi dalam program keberlanjutan lingkungan, seperti menggunakan bahan daur ulang dan mengurangi emisi karbon. Patagonia telah menciptakan nilai bagi pelanggannya dengan menyediakan pakaian dan peralatan luar ruangan berkualitas tinggi yang ramah lingkungan. Patagonia juga telah menciptakan nilai bagi karyawannya dengan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung dan fleksibel, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif.

Perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bahwa fokus pada menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan tidak hanya baik untuk bisnis, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan dan dapat menghasilkan kinerja keuangan yang baik dan keberlanjutan jangka panjang.

Pandangan tradisional tentang tujuan perusahaan, yaitu untuk memaksimalkan laba, sudah tidak lagi relevan. Perusahaan yang fokus pada menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan akan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang dan akan lebih mampu berkontribusi terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Ada dua alasan yang mudah dipahami mengapa tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah maksimisasi kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan, bukan maksimisasi laba:

Laba tidak menunjukkan arus kas. Laba yang disajikan pada laporan laba-rugi bukanlah besaran yang menunjukkan arus kas, sehingga jika laba suatu perusahaan Rp 10 miliar, hal itu sama sekali tidak menyatakan bahwa terdapat arus kas sebesar jumlah yang sama. Dalam manajemen keuangan, pengambilan keputusannya justru didasarkan atas arus kas (cashflow). Artinya, keputusan keuangan dinilai benar manakala keputusan itu meningkatkan arus kas bersih yang diterima perusahaan pada masa mendatang.

Laba tidak mempertimbangkan waktu dan risiko . Andaikata proyek A dan B akan menghasilkan laba pada dua tahun mendatang: Laba A Rp5 miliar pada tahun pertama dan Rp5 miliar pada tahun kedua, sedangkan laba B RpO pada tahun pertama dan Rp 10 miliar pada tahun kedua, rata-rata laba per tahun kedua proyek jelas sama, yakni Rp 5 miliar. Proyek mana yang layak dipilih? Berdasarkan pendekatan maksimisasi laba, kita akan bersikap indeferen terhadap kedua proyek.

Akan tetapi, apabila kita menggunakan pendekatan maksimisasi nilai perusahaan, kita akan memilih proyek A daripada proyek B karena pendekatan nilai perusahaan mempertimbangkan faktor waktu dan risiko; bukan besaran semata. Waktu penerimaan Rp 10 miliar pada proyek B teijadi pada tahun kedua (padahal, kita lebih menyukai menerimanya pada tahun pertama dan pada tahun kedua). Selain itu, proyek B mempunyai laba yang berlainan pada setiap tahunnya, yang menunjukkan bahwa proyek B mengandung ketidakpastian atau risiko yang lebih tinggi daripada proyek A.

REFERENSI

  • Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2017). Fundamentals of financial management (15th ed.). Cengage Learning.
  • Brealey, R. A., Myers, S. C., & Allen, F. (2018). Principles of corporate finance (12th ed.). McGraw-Hill Education.
  • Crane, A., McWilliams, A., Matten, D., Moon, J., & Spence, L. (Eds.). (2019). The Oxford handbook of corporate social responsibility. Oxford University Press.
  • Damodaran, A. (2018). Dividend policy and valuation. New York University Stern School of Business.
  • Freeman, E., Harrison, J. S., Wicks, A. C., Parmar, B. L., & de Colle, S. (2010). Stakeholder theory: The state of the art. Academy of Management Review, 35(3), 384-406.
  • Mayer, C. (2018). The purpose of the corporation. Oxford Review of Economic Policy, 34(1), 1-19.
  • Penman, S. H. (2018). Financial statement analysis and valuation (9th ed.). Cengage Learning.
  • Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating shared value. Harvard Business Review, 89(1-2), 62-77.
  • Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jaffe, J. F. (2018). Corporate finance (11th ed.). McGraw-Hill Education.
Sumber Benedicta EP, dkk, Manajemen Bisnis sebagai Ilmu dan Seni Dadang P.J, Pengantar Manajemen Keuangan: Diandra Kreatif Handono Mardiyanto, Inti Sari Manajemen Keuangan
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...