Memaknai Metode Kritis Sebagai Sikap, Refleksi, Skeptis dan Terbuka

Memaknai Metode Kritis Sebagai Sikap, Refleksi, Skeptis dan Terbuka

MAKNA METODE KRITIS
Teori-teori kritik berupaya memahami kondisi sosial yang tertindas (marginalized groups) dan bertindak (melakukan advokasi) mengatasi kekuatan-kekuatan yang menindas, dalam rangka mempromosikan emansipasi wanita dan partisipasi masyarakat secara lebih bebas (Foss dan Littlejohn, 2005: 46-47)
Teori kritis hanya menawarkan tindakan (advokasi) untuk mengatasi kekuatan-kekuatan yang menindas, tetapi tidak disertai dengan pengetahuan tentang langkah-langkah advokasinya (Setiawan, 2011:18).
Analisis wacana kritis dari pemikiran Norman Fairclough. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu. Selain itu, Fairclough juga membangun suatu model yang mengintegrasikan secara bersama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik serta pada pemikiran sosial-politik, atau secara umum diintegrasikan pada perubahan sosial. Oleh karena itu, metode ini kerap kali disebut sebagai model perubahan sosial (social change) (Setiawan, 2011:19). Namun demikian, Pengertian kritis di sini bukan untuk diartikan secara negatif sebagai menentang atau memperlihatkan keburukan-keburukan dari subjek yang diperiksa semata. Kata kritis hendaknya dimaknai sebagai sikap tidak menggeneralisir persoalan melainkan memperlihatkan kompleksitasnya; menentang penciutan, penyempitan atau penyederhanaan, dogmatisme dan dikotomi. Kata kritis juga mengandung makna refleksi diri melalui proses, dan membuat struktur relasi kekuasaan dan ideologi yang pada mulanya tampak keruh, kabur dan tak jelas menjadi terang. Kritis juga bermakna skeptis dan terbuka pada pikiran-pikiran alternatif.
Sikap kritis ini mesti digunakan dalam setiap langkah penelitian mulai dari penentuan objek yang akan diinvestigasi, pemilihan metode analisis dan kategorisasi, penentuan sampel, penggunaan theoretical framework, interpretasi terhadap data dan pengajuan rekomendasi. Sikap kritis harus berjalan tatkala menentukan tim, melakukan sesi-sesi refleksi. Penggunaan ahli dari luar tim dalam melakukan refleksi kritis sangat dianjurkan. Teori kritis secara tegas menolak pandangan bahwa manusia dan masyarakat dapat dipahami melalui anggapan dasar dan metode ilmu alam yang dilihat bahwa sebagai manusia tidak kreatif dalam berfikir dan bertindak (Jailani, 2012:11).
Mazhab Frankfrut telah berkonstribusi besar dalam membangun dan mengembangkan pengetahuan terutama dalam bidang sosiologi, meskipun dan perjalanannya Mazhab ini mengkritik sosiologi itu sendiri (Akrom, 2012:7).
METODE KRITIS

Metode penelitian kritis justru menempatkan manusia sebagai sekumpulan subyek yang aktif dalam membentuk dunia mereka sendiri yang didasarkan pada dialog antar subyek (peneliti dengan pelaku), bukan sekedar observasi dan eksperimen yang menipu rakyat. Teori kritis menurut Anderson, secara sadar berkeinginan untuk membebaskan manusia dari konsep-konsep yang secara ideologis beku dari kenyataan dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan (Jailani, 2012:10).

Kini lingkup teori-teori kritis telah makin meluas, mencakup – ataupun menjadi dasar rujukan – analisis kritis dari pakar seperti Jacques Lacan (psikoanalisis), Roland Barthes (semiotik and linguistik), Peter Golding, Janet Wasko, Noam Chomsky, Douglas Kellner (ekonomi-politik media), hingga berbagai tokoh dalam topik masalah gender, etnisitas dan ras, postkolonialisme, dan hubungan internasional. Karenanya, kini sering dibedakan pengertian antara Critical Theories dan critical theories. Yang pertama merujuk pada teori-teori mereka yang tergabung dalam Frankfurt School, sedangkan yang kedua mewakili pengertian yang lebih umum Bahkan dijumpai sejumlah kepustakaan yang memasukkan pemikiran-pemikiran tokoh posmodernis, seperti Baudrillard dan Foucault, ke dalam kategori paradigma Teori-teori Kritis.

TUJUAN METODE/TEORI KRITIS

Teori-teori Kritis dengan teori-teori positivistik, yakni perbedaan mengenai tujuan dari teori itu sendiri. “Teori ilmiah”, dalam positivisme atau “traditional science” merupakan bagian dari sistem deduktrif yang antara lain melibatkan suatu proses yang dikenal sebagai hypothetico-deductive method. Teori dalam pengertian tradisional bertujuan untuk melakukan eksplanasi tentang, dan prediksi terhadap, suatu fenomena sosial.
Di lain pihak, dalam paradigma teori-teori kritis, teori merupakan suatu kritik untuk mengungkap kondisi yang sebenarnya dibalik suatu “realitas semu” atau “kesadaran palsu” yang teramati secara empirik. Dengan kata lain, teori-teori kritis berusaha melakukan eksplanasi, namun eksplanasi dalam pengertian lain, yakni ekplanasi tentang adanya kondisi-kondisi yang dinilai palsu, semu, atau tidak benar (seperti “false class consciousness”). Tujuannya tak lain untuk pencerahan, emansipasi manusia, agar para pelaku sosial menyadari adanya pemaksaan tersembunyi, atau hegemoni.
Lebih dari itu, teori-teori kritis bertujuan melakukan transformasi, atau perobahan sesuai dengan kepentingan para pelaku sosial yang menjadi subjek teori. Suatu teori kritis ditujukan bagi sekelompok agents, demi penyadaran diri mereka dalam proses emansipasi dan pencerahan. Suatu proses emansipasi dan pencerahan merupakan transisi dari sebuah tahap awal (initial stage) dimana para agents memiliki “kesadaran palsu” (false consciousness), mengalami dominasi atau hegemoni, dan eksploitasi, menuju suatu tahap akhir (final stage) yang dikehendaki, dimana mereka terbebas, serta bisa mengaktualisasikan diri.
Dari segi tujuan melakukan transformasi tersebut, teori-teori kritis sebenarnya juga melakukan eksplanasi, tetapi bukan dalam pengertian causal explanation, melainkan practical explanation, yakni menjelaskan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk melakukan transformasi dari suatu kondisi awal menuju suatu kondisi akhir yang dikehendaki. Itu sekaligus berarti explanatory power yang dimiliki teori-teori kritis harus dipahami berbeda dari apa yang difahami para ilmuwan teori-teori “tradisional”.
Dari segi tujuan teori-teori kritis, maka prediksi bukan pula merupakan tujuan dari berteori. Dengan kata lain, predictive power bukan merupakan tolok ukur untuk menilai kekuatan suatu teori kritis. Hal ini penting disadari. Sebab, teori-teori kritis seringkali dikritik dan dinilai telah gagal, akibat tidak mampu membuat prediksi, atau karena situasi yang “diramalkan” tidak terbukti.
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...