IDENTIFIKASI ATAS OBJEK – OBJEK WITHHOLDING TAX (PPh 23)


PPh 23
1. Definisi
PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyertaan jasa, atau pennyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Sibjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2. Objek pemotongan PPh Pasal 23.
 Penghasilan berupa,
 Deviden, Bunga, Royalti (Termasuk bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehub. Dengan jaminan pengembalian utang)
 Royalti
 Hadiah dan penghargaan sehubungan dgn kegiatan selain yg telah dipotong pph ps. 21, kecuali hadiah undian
 Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan/atau bangunan
 Imbalan sehubungan dengan : Jasa teknik, jasa manajemen, Jasa konsultan, jasa lain selain jasa yg telah dipotong pph pasal 21.
 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
 Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) uu pph huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2c) uu pph;
 Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i uu pph;
 Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan PMK

3. Pemotong pajak.
Dalam pasal 23 UU PPh yang termasuk sebagai pemotong pajak, adalah ; Badan pemerintahan, subyek pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, serta orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu yang ditunjuka oleh kepala KPP (Kantor Pemerintahan Pajak), yang semua ini merujuk pada perusahaan BUMN / BUMD termasuk sebagai subyek pajak badan dalam negeri yang wajib memotong PPh pasal 23.
Ada 2 dasar pemotongan yaitu:
– Dari jumlah bruto, untuk penghasilan berupa:
• Dividen
• Bunga (trmsk, premium, diskonto & imbalan pengemb. Hutang)
• Royalti
• Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong sebagaimana dimaksud pasal 21
– Dari perkiraan penghasilan netto, untuk penghasilan berupa
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
• Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan dan jasa lain selain yang telah dopotong sebagaimana dimaksud pasal 21

4. Tarif Pemotongan / Pemungutan PPh 23 bagi Wajib Pajak tidak ber – NPWP
Lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

5. Saat terutang PPh Pasal 23.
Yaitu saat mana yang lebih dulu antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), yang merujuk pada ketentuan Pasal 23 UU PPh PP No. 138 / 2000.

6. Grey area dan loopholes dalam pemotongan PPh Pasal 23.
 Pemisahan material dan jasa.
Tujuannya adalah agar pajaknya hanya dikenakan atas jasanya (SE-53/PJ/2009).
 Mekanisme reimbursement.
Merupakan bukan penghasilan dan biaya bagi pemberi jasa yang disebutkan dalam kontrak namun tidak ada mark-up yang dilampiri dengan bukti asli. Jika memungkinkan di atas namakan penerima jasa maka hal ini disebut bukan sebagai objek pajak.
 Penentuan uraian deskripsi dalam jurnal transaksi.
 Isi klausul kontrak penyediaan tenaga kerja.
 Perlakuan perpajakan atas jasa perawatan, pemeliharaan, dan instalasi.

Loopholes merupakan keadaan yang mungkin terjadi karena UU Perpajakan memiliki celah.
7. Tax planning dalam pemotongan PPh Pasal 23.
8. Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23
Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah WP dalam negeri atau BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

9. Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23
 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
 Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana.
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia, dengan syarat :
a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sdektor – sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan,
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
 SHU koperasi yang dibayarkan kepada anngota
 Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota.

10. Teknik pemeriksaan PPh Pasal 23.
 Metode ekualisasi objek dengan biaya operasi.
 Metode ekualisasi objek dengan faktur pajak masukan.
 Metode vouching (dokumen dasar) dokumen transaksi.
Vouching meliputi (1) memilih catatan yang ada pada catatan akuntansi, dan (2) memperoleh dan menyelidiki dokumen yang mendasari catatan tersebut untuk menentukan keabsahan dan ketelitian transaksi yang dicatat. Dengan vouching, arab pengujian berlawanan dengan tracing. Vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi catatan akuntansi yang ketinggian (overstatement). Jadi, prosedur ini penting penting untuk memperoleh bukti sehubungan dengan penegasan terhadap keberadaan atan kejadian (existence or occurrence).

Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...