IDENTIFIKASI ATAS OBJEK – OBJEK WITHHOLDING TAX (PPh 26)


PPh 26
1. Penghasilan yang menjadi objek PPH pasal 26 adalah :
– Dividen;
– Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
– Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
– Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan;
– Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
– Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
– Keuntungan karena pembebasan utang.

2. Tarif Pajak dan Penerapannya
PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%
Atas penghasilan berupa :
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan;
e. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
f. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
g. keuntungan karena pembebasan utang.

PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan netto) x 20%
Atas penghasilan berupa :
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi
c. penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh

PPh Pasal 26 = (PKP – PPh terutang) x 20%
Atas penghasilan berupa : Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia.

3. Syarat Penanaman Kembali
a. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri,
b. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut, dan
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakkan berproduksi komersial.
4. Sifat Pemotongan
Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali:
 Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
 Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
 pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk us aha tetap.

5. Pemotong Pajak
Pemotong pajak berdasarkan ketentuan pasal 26 wajib dilakukan oleh:
– Badan pemerintah
– Subjek pajak dalam negeri
– Penyelenggara kegiatan
– Bentuk Usaha Tetap
– Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain BUT di Indonesia

Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...